Aku Juga Bisa Puasa

14 Oktober 2017 19:38 Di tulis oleh Admin ARTIKEL

   
by: Koko
Hari ini panas. Terik matahari terasa membakar. Banyak yang memilih untuk tetap di Rumah. Namun yang bekerja di jalanan tidak pernah absen. Para pengamen tetap semangat, begitu pula pedagang asongan. Hari itu awal Ramadhan. Seorang anak berusia sekitar 13 tahun terlihat menyanyi dengan penuh semangat. Menyambangi tiap mobil dan menyanyikan beragam lagu. Kulitnya sawo matang. Terlihat kumal, namun ia tak peduli. Sementara ia bernyanyi, temannya memainkan gitar. Petikan demi petikan ia mainkan dengan pasti. Rambutnya yang ikal sedikit bergoyang tertiup angin. Capek mengamen, mereka istirahat di pinggir jalan. Rif ... panggil yang berambut ikal pada temannya.  “Abis ini mau lanjut ga?” tanyanya. Yang bernama Rifki menjawab “Lanjut dong, kok nanya sih? Kan emang kita lanjut biasanya!” “Gue kan puasa, capek tau...emang lu ga capek?” balas si rambut ikal. “Lagian lu puasa ngapain sih? Gue aja enggak.”jawab Rifki. “Loh bukannya emak lo nyuruh puasa? Gimana sih?”.”Santai aja Bur, emak gue kan gak tau. Jadi di rumah nanti gue pura-pura puasa lagi.” “Ih, itu kan gak boleh!” jawab Burhan. “Siapa bilang? Emang lo tau dalilnya? Jangan sok tau deh!” sergah Rifki. “Tapi kata ustadz kalau gitu lo nanti berdosa, terus bisa masuk neraka. Kan Allah perintahkan kita berpuasa.”. “Gini ya, kalau buat orang miskin hal itu katanya gak perlu. Soalnya kasian kita kalau disuruh puasa, nanti makin kurus.” Balas Rifki. “Dalil mana tuh?” tanya burhan. “Dari otak gue dong, kan otak gue jalan, gak kayak otak lo, haha!”. “Huh, dosa loh bikin-bikin dalil sendiri.” “ Udah deh gak usah sok alim. Kalau lo capek, pulang aja, gue bisa ngamen sendiri.” “ Ya udah deh gue pulang, besok subuh ngaji kan?” “ Iye!”balas Rifki. “ Daah, gue pulang dulu ya.” Lambai Burhan. Rifki menatap punggung temannya sampai hilang di persimpangan jalan.
    Sore hampir berganti senja ketika Rifki memutuskan untuk berhenti. Cakrawala memperlihatkan pesona keemasanya. Senja sedang berenang menuju malam ketika akhirnya Rifki tiba di Rumahnya. Errr..,sebenarnya kata gubuk lebih tepat untuk menggambarkan tempat tersebut. Sesampainya di Rumah, emaknya langsung bertanya “ Nak, udah buka belum?” “ Belum mak, Rifki kan langsung pulang abis selesai , gak sempet mikirin buka” jawabnya sambil memasang muka memelas. “ Ya udah, minum dulu gih. Terus makan kurma tadi dikasih sama orang abis itu jangan lupa sholat ya” jawab emak sambil lalu. Rifki pun bergerak menuju makanan yang telah terhidang di atas tikar. Mereka memang tidak punya meja makan. Kalian bingung bagaimana gubuk itu? Oke, lebaynya kita sambut saja RS7 ( Rumah Sangat Sempit Sekali Sehingga Susah Sekali Selonjor ). Setelah menyelesaikan makanya, ia beranjak pergi untuk sholat maghrib. Adzan isya berkumandang tidak lama kemudian. Ia pun segera sholat isya disambung tarawih. Selesai sholat ia bergegas ke kamarnya, yang berisi matras. Dan sebuah lemari kecil, ya hanya itu. Ia langsung merebahkan diri ke atas matras dan seketika ia pun terlelap.
    “Rifki, bangun nak, sahur dulu, udah mau subuh.” Ucap emaknya sembari menggoyangkan tubuh Rifki. “Iya mak, nih udah bangun.” Ucapnya sambil merem, kemudian membalikkan tubuhnya ke arah berlawanan. “ Masih merem kok ngomong dan bangun.” Ucap emaknya sambil tersenyum. Setelah 5 menit berusaha, akhirnya Emak berhasil. Rifki bangun dan menuju sumur untuk cuci muka. Selesai sahir, ia bergegas sholat ke surau. Perlu waktu sekitar 7 menit untuk berjalan ke surau dari rumahnya. Selesai sholat, Rifki mengikuti pelajaran ngaji, bersama anak-anak seumurannya. Burhan juga ikut disana. Yang mengajak adalah bang Arif. Orangnya tidak terlalu tinggi, berambut lurus, dan berwawasan luas. Ia adalah orang lulusan pesantren. Oia, menurut Rifki wajah bang Arif bercahaya. Jadi adem kalau lihat bang Arif.

Bang Arif memulai pelajaran dengan bertanya pada anak-anak “ Siapa yang kemarin puasa sampai maghrib?” Banyak yang mengacungkan tangan, namun ada pula yang tidak. Rifki ikut mengacungkan tangan. Burhan menatapnya heran. Namun Rifki mendelik ke arah Burhan. Burhan pun berhenti menatapnya. “ Bagus, abang bangga punya murid yang rajin puasa. Yang belum, mungkin dicoba hari ini” lanjut bang Arif. Setelah itu pelajaran dilanjutkan seperti biasa. Pelajaran berakhir ketika jam menunjukan pukul 05.30 pagi. Begitu pelajaran usai, Rifki bergegas menuju gubuknya. Setelah sampai, ia bergegas ke belakang untuk mandi. Setelah itu pamit pada Emak, ia pun pergi berangkat untuk mengamen. Di tempat yang telah ditentukan, Burhan sudah menunggunya. Berangkatlah mereka untuk mencari sesuap nasi hari itu.
    Setelah lama berkeliling, tak terasa adzan zuhur mulai terdengar bersahutan. Mereka memutuskan untuk pergi ke salah satu masjid terdekat. Sesuai sholat, Burhan bertanyan pada Rifki “ Kok lo bohong sih Rif? Kan lo gak puasa kemaren?!” “ Kan dia gak tau, santai aja kali, lagian apa sih untungnya puasa?” jawab Rifki dengan enteng. “ Kata Bang Arif jadi lebih kuat.” balas Burhan polos.  “ Gue udah kuat lagi.” ejek Rifki. “ Yang gue tau Cuma itu.” kata Burhan.” Kalau lo mau tau yang laen, tanya Bang Arif sana.” Lanjutnya. Rifki hanya memasang tampang mencemooh. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Matahari bersinar terik. Rifki yang merasa haus segera membeli aqua gelas, lalu meminumnya. “ Lo gak puasa lagi?” tanya Burhan. “ Kan udah gue bilang gak ada untungnya.” Jawab Rifki. Burhan yang tidak bisa membalas memutuskan untuk berjalan lagi.
    Sudah 6 hari Rifki terus berbohong puasa. Hari ini hari ke tujuh. Seperti biasa, jam 7 dia dan Burhan sudah berada di Jalanan. Hari ini Burhan harus pulang lebih awal. Adzan zuhur berkumandang ia harus sudah pulang. Ibunya meminta bantuannya. Jadilah Rifki berjalan sendiri hari itu. Sehabis sholat dia membeli aqua untuk menghilangkan dahaganya. Tak lupa ia juga membeli makanan kecil untuk mengisi perutnya. Tapi, ia tidak menyadari sepasang mata yang mengawasinya. Ya, Bang Arif tak sengaja melihatnya lalu kemudian mengikutinya. Merasa cukup, Bang Arif menuju rumah Rifki. “ Assalamualaikum” ucapnya saat bertemu Emak “ Waalaikumusalam” jawab Emak.       “ Eh, Arif ada apa ya?” lanjutnya. “ Enggak mak, Cuma lewat sekalian silaturahmi “ balas Bang Arif.    “ Masuk yuk!” ajak Emak. “ Ga usah mak, Arif cuma bentar kok. Eh, gimana Rifki puasanya?” tanya Arif. “ Alhamdulillah, dia rajin puasa” jawab Emak. “ Tapi mak, tadi Arif lihat dia lagi jajan tuh di jalan.” Balas Arif. “ Masa? Salah lihat kali kamu?” sergah Emak. “ Serius deh mak suer. Dia pasti bilang puasanya? ckckck” kata Arif sambil menggeleng-gelengkan kepala. “ Iya dia bilang dia puasa. Aduh anak itu bohong ya?” tanya Emak masih tak percaya. “ Iya kali mak. Mending Emak tanya aja ke dia nanti.” Ucap Arif. “ iya deh. Makasih ya rif.” balas Emak. “ Sama-sama saya pergi dulu ya. Assalamualaikum” ucap Arif kemudian pergi. “Waalaikumusalam.” jawab  Emak.
    Sesampainya Rifki di rumah, Emak sudah menunggu di dalam. “ Udah buka?” tanya Emak.     “ Belum mak.” jawab Rifki. “ Kamu tuh puasa gak sih?” tanya Emak langsung. “ Iya dong mak” jawab Rifki. “ Orang puasa kok jajan?” lanjut Emak bertanya. Muka Rifki seketika memerah. “ Emak tau darimana?” tanyanya. “ Gak penting tau dari mana. Tapi kenapa kamu bohong nak?” tanya Emak lagi. “ Rifki males mak. Lagian apa untungnya puasa?” Rifki balas bertanya. “ Banyak nak fadillah orang yang puasa. Kamu tanya deh ke Bang Arif malem ini.” jawab Emaknya. Rifki yang malun ketahuan berbohong mengikuti saja nasihat Emaknya. Jadilah setelah tarawih dia menemui Bang Arif. “ Assalamualaikum bang” ucapnya. “ Waalaikumusalam, eh Rifki, duduk sini.” ajak Bang Arif. Rifki pun duduk dihadapannya. “ Bang, untungnya orang berpuasa apa sih?” tanya Rifki langsung. “ Kamu tau Perang Badar?” Bang Arif malah balik bertanya. “ Tau dong, ketika umat islam menang walaupun jumlah mereka sedikit kan?” tanya Rifki memastikan. “ Iya yang itu. Nah, Perang Badar dilaksanakan , ketika umat muslim justru sedang berpuasa. Mengapa mereka bisa menang? Pertama, puasa memberi kita kekuatan. Orang puasa justru lebih sehat loh. Tapi bukan berarti kita bisa puasa setiap hari. Itu justru bid’ah. Lalu, dengan puasa kita bisa jadi lebih sabar dan tidak serakah. Kamu mau kan seperti pasukan muslim saat itu?” tanya Bang Arif. “ Mau dong Bang. Mulai besok Rifki akan puasa.” tekad Rifki. Bang Arif hanya tersenyum.
    “ Mak, Rifki buktiin kalau hari ini Rifki juga bisa puasa” ucap Rifki pada Emaknya. Emak hanya diam. Masih agak marah. Setelah Rifki pergi. Barulah Emaknya tersenyum. Hari itu, Rifki dan Burhan hanya kerja sampai zuhur. Mereka terlalu capek karena puasa apalagi bagi Rifki ini puasa pertamanya, jadi jangan sampai batal. Sesampainya di Rumah, Emak minta bantuan Rifki untuk membuat kue basah. “ Buat sedekah” ucap Emak ketika ditanya buat apa. “ Bukannya lebih untung kalau dijual?” tanya Rifki lagi. “ Kalau sedekah, Allah nanti menggantikan berkali lipat” jelas Emak. Ba’da Ashar Emak meminta Rifki untuk mengantarkan ke orang-orang. Rifki menurut. Kembalilah Rifki ke Jalanan. Saat itu Jalanan ramai. Orang-orang sudah mulai pulang dari kantor. Rifki hendak menyebrang ketika itu. Naas. Sebuah mobil Avanza yang melaju kencang menabraknya. Tubuh Rifki terlempar. Kue yang ia bawa berserakan di jalan. Orang-orang panik. Rumah sakit terlalu jauh dari sana. Bang Arif yang kebetulan lewat melihatnya. Rifki segera di bawa ke gubuk-nya. Emak kaget, begitu melihat Rifki bersimbah darah. Rifki pun ditidurkan di tikar ketika Emak ingin memberinya minum, Rifki menggeleng lemah. Ia memberi isyarat agar Emak mendekat. Rifki pun berkata lemah “ Aku juga bisa puasa kan?” demi mendengar itu Emak menangis lalu mengangguk. Rifki tersenyum samar. Langit berubah mendung. Tepat ketika adzan Maghrib berkumandang, Rifki pun pergi dari dunianya.