Berbicara tentang Islam akan
sangat membuat kita semakin cinta terhadap agama ini, karena banyak sekali
pembahasan diantaranya nilai nilai kemanusiaan dan sosial yang dibawa oleh
Islam. Pada kesempatan kali ini saya
akan membahas tentang negara Demokrasi. Diantara prinsip demokrasi salah satunya pengambilan
keputusan itu ada ditangan rakyat. Dimana ada perwakilan rakyat duduk di
parlemen untuk bermusyawarah mengenai kepentingan rakyat. Lalu bagaimana dengan
Islam, kalaulah kita ambil persamaan makna maka musyawarah adalah kunci dari
pelaksanaan Demokrasi. Sang pemimpin yang mengambil keputusan, rakyat atau yang
mengikuti bermusyawarah untuk kepentingan bersama. Dalam tuntunan agama
bermusyawarah merupakan cara mencari titik temu dari beberapa sudut pandang .Menurut
Dr. Yusuf Qordhowi bahwa musyawarah adalah yakni hendaknya seseorang tidak
menyendiri dalam pendapat dan dalam persoalan-persoalan yang memerlukan
kebersamaan pikiran dengan orang lain hal ini dikarenakan pendapat dua orang
atau lebih dalam kelompok itu dianggap lebih mendekati kebenaran dari pada
pendapat seorang saja. untuk Di Indonesia sendiri musyawarah dilakukan untuk
mencapai hal yang mufakat dan itu cirinya .
Prinsip bermusyawarah adalah
mengambil madu dari lebah, maka mestinya seorang yang akan bermusyawarah
hendaknya memiliki sifat seperti lebah diantaranya adalah 1) makan dari sesuatu yang bersih dan baik, 2) jika hinggap dia tidak
merusak, 3) kalau menghasilkan merupakan sesuatu yang baik, 4) kalau menyengat dia
tidak menyengat kecuali di ganggu, 4) hidup dilingkungan yang baik, 5) hidup
berkelompok. Itulah sifat yang baik ketika akan melakukan bermusyawarah.
Musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara oleh Al Quran merupakan
unsur terpenting dalam berkelompok. Hal tersebut menjadi kaidah asasi dan meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat
secara umum. Allah swt berfirman dalam ayat yang turun di Madinah yang berbunyi
:
‘’...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...’’ ( Ali Imran ;
159) . Maksud dari firman
tersebut adalah urusan yang bersifat umum dan sebagai kepentingan bersama. Dan
ayat tersebut turun setelah perang Uhud saat Rasulullah bermusyawarah dengan
sahabatnya. Disini Rasulullah SAW mengikuti suara mayoritas sahabat. Hasilnya
adalah kekalahan yang menimpa umat Islam sehingga gugur tujuh puluh syuhada
dari para sahabat pilihan. Diantaranya Mushab bin Umair, Hamzah bin Abdul
Muthalib. Dan beberapa kejadian perang dalam sejarah Islam Rasulullah SAW
selalu menggunakan sarana bermusywarah untuk mengambil keputusan seperti,
perang Badar, Perang Khandaq dan lain-lain
Dalam melakukan bermusyawarah
tentunya tidak semua orang bisa diajak untuk bermusyawarah agar mendatangkan
hasil yang baik walau mungkin bukan keputusan yang terbaik pada saat itu. Ada
lima kategori orang yang baik untuk diajak musyawarah dalam pandangan ulama
menurut hasil pengamatan saya diantaranya adalah 1)Berakal, 2)Berilmu, 3)Tulus, 4)Berwawasan luas, 5)Bertawakal pada
Allah SWT. Dalam bermusyawarah sebaiknya jauhilah orang –orang diantaranya orang
yang penakut serta ambisius karena bukan kebaikan yang akan dihasilkan
melainkan kemudharatan. Mengapa harus di hindari?? Orang-orang yang penakut
akan membuat jalan keputusan menjadi sulit dan orang ambisius akan cenderung memudahkan atau berpihak kepada kelompok tertentu. Dengan
pertimbangan ini bisa menjadi panduan dalam bermusyawarah baik dalam skala
kecil ataupun besar.
Setelah kita memperhatikan
beberapa hal yang sudah di uraikan mari kita perhatikan dalam pelaksanaan di
masyarakat. Bolehlah kita ambil contoh
ketika pengangkatan Khalifah Sayyidina Abu Bakar Ash shiddiq menggantikan
Rasulullah wafat. Bahwa pengangkatan Sayyidina Abu Bakar Ash shiddiq dipilih
atas musyawarah para sahabat Rasulullah untuk melanjutkan tongkat estafet
kepemimpinan negara di Saqifah Bani Saidah ( sebuah Balairung di kota Madinah )
pertemuan tersebut dilakukan oleh kaum Anshor dan kaum muslimin, yang mereka
yakini Rasulullah belum pernah menunjuk pengganti kepemimpinan. Pada waktu
tersebut keluarga Rasulullah masih sibuk dengan pengurusan pemakaman
Rasulullah. Yang perlu digaris bawahi
adalah bagaimana proses Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq menjadi Khalifah adalah
melalui proses musyawarah diantara kaum muslimin, sahabat terdekat Nabi, kaum
Anshor dan kaum Muhajirin dimana hasilnya suara terbanyak setuju Sayyidina Abu
Bakar Ash Shiddiq sebagai Pemimpin negara setelah Rasulullah wafat, adapun ada
sebagian yang tidak setuju itu tidak di permasalahkan karena ada faktor suara
mayoritas. Ini kisah dari masa Khulafaur Rasyidin yang pastinya berbeda-beda
kondisi, maka akan berbeda juga bentuk musyawarah dengan tingkat
kompleksitasnya. Bagaimana kondisi masyarakatnya maka cara bermusyawarahnya pun
akan bervariasi namun tetap berujung untuk kebaikan bersama.
Setelah kita melihat bagaimana
Islam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Pastinya kita bisa menjadikan contoh bahwa Islam menjadi pelopor
dari apa yang disebut dengan demokrasi. Mestinya para penguasa juga bisa
mengamalkanya karena dalam Islam juga memerintahkan seorang pemimpin agar
bermusyawarah dan memerintahkan rakyat memberikan nasihat kepada pemimpin
seperti yang di terangkan dalam hadist Shahih ‘’Agama adalah nasihat.’’ (HR.
MUSLIM). Disini ada dialog antara pemimpin dengan rakyat sehingga
timbul rasa cinta kepada antara rakyat dengan pemimpin. Jika apa yang diperintahkan
oleh pemimpin itu benar maka harus dikuti jika terdapat kesalahan maka harus
diluruskan, agar tercipta keselarasan dan keharmonisan karena itulah yang
dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW sepeninggalnya untuk meneruskan
kebiasaan baik yakni bermusyawarah sebagai bentuk menjunjung tinggi nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan. Terlebih dalam representasi ideologi Pancasila yakni sila
ke – 4 (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan dan
perwakilan).