PROYEKSI
L1, L2 DAN FL UNTUK IDENTITAS KARAKTER
BANGSA
Semua anak cucu Adam AS Allah taqdirkan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan
ke khasan mother tounge nya masing-masing (Bahasa daerah), walau para
penutur asli (L1 speaker) dari para separuh Gen Millenial, generasi Alpha dan Z
kita sekarang sudah mulai tercerabut dari akar bahasa daerahnya dan berganti menjadi bahasa Indonesia sebagai
L1 nya, semoga kultur budaya nusantara tidak ikut tercerabut, disinilah bahasa
ibu perlu dilestraikan, jika tidak dilestarikan tinggal menunggu bom waktu akan
punah lah bahasa daerah dan digantikan L1 nya dengan bahasa yang lain.
Spirit menjaga identitas bahasa asli tentu sudah disadari oleh para pemuda
pelopor kemerdekaan Indonesia yang tertuang dalam hasil musyawarah besar pemuda
Indonesia 1 dan 2, bahkan terlahir sumpah pemuda yang salah satu klausulnya
‘menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia ditengah penggunaan bahasa
daerah yang beragam sebagai identitas daerah masing-masing. Juga spirit untuk
tetap melek dengan bahasa kedua untuk memperkuat jaringan dan eksistensi
entitas bangsa. Maka penulis sangat
mengapresiasi tag line lembaga bahasa indonesia yaitu: ‘Utamakan Bahasa
Indonesia, Lestarikan Budaya Daerah dan Kuasai Bahasa Asing’. Semboyan yang sangat proyektif untuk mengajak
seluruh elemen bangsa menguasai sekaligus mempertahankan L1 (bahsa daerah), L2
(Bahasa Indonesia) dan FL (Bahasa asing) dengannya eksistensi bangsa di depan
dunia tetap terjaga dan bisa berkontribusi aktif dalam perdamaian dunia.
Lantas bagaimana korelasi penguasaan bahasa kedua dan bahasa asing dalam
memegang kendali dunia? Mari kita tinjau di lapangan, hampir semua istilah manual
tools yang branded menggunakan bahasa inggris / mandarin (FL) dan
jika ingin scale up level value kita juga menggunakan bahasa asing
tersebut, ditambah bahasa arab sebagai bahasa internasional muslim, termasuk
kompetisi internasional menggunakan bahasa asing. Antithesa dari fakta ini,
mengungkapkan bahwa tanpa penggunaan bahasa asing tersebut, niscaya leverage
kita baru tingkat lokal yang mitra
kompetisi nya pun lokal, dan semakin naik leverage kita mau tidak mau
kita mesti meningkatkan kometensi bahasa asing tersebut.
Meningkatkan kemampuan bahasa asing, tentu bukan berarti kita menegasikan
kompetensi L1 dan L2 kita. Kurang tepat jika semua istilah dalam pembelajaran
kita menggunakan FL dan kemudian dengan euforia international level identitas bahasa asli/daerah dan bahasa
indonesia kita tercerabut dari lisan anak-anak didik idiologis dan biologis
kita. Mari sedikit kita ambil hikmah
dari teori Sociolinguistic, yang menyebutkan bahwa, bahasa yang dijadikan
target untuk diajarkan (Target language) sejatinya berdiri diatas pondasi L1
dan L2 yang kuat,
Pengajaran bahasa kedua dan asing yang efektif berbekal skemata pengetahuan
peserta didik (idilogis & biologis) tentang bahasa ibunya masing-masing,
interpretasi dan transliterasi bahasa akan memberikan pemahaman utuh jika Mother
tounge mereka sudah terbangun utuh sebelumnya. Siapapun pengajar bahasa dan
dengan metode apapun pasti akan mudah ketika bahasa ibu peserta didik sudah
terbangun baik, dan sebaliknya jika belum terbangun utuh, maka kendala awal ini
tentu harus masuk diagnostik test sebelum KBM dimulai supaya bisa terdeksi dari
mana garis Start dan finish nya.
MEMBANGUN
PONDASI BAHASA ASING.
Berbekal spirit meningkatkan plafon lembaga pendidikan,
scale up standar kompetensi para tendik, di support dengan lingkungan budaya
berbahasa dari para tenaga kependidikan, termasuk juga para anggota keluarga
civitas akademika NFBS Lembang, penulis optimis Budaya berbahasa akan tumbuh
subur, dari bibit yang bagus (Gold in) disemai di habitat yang subur,
lingkungan kondusif berbahasa dan dipupuk dengan pembiasaan berbahasa kedua dan
asing yang simultan, insya Allah terlahir para tunas bangsa yang melek literasi
bahasa internasional (Gold out), generasi idiologis dan biologis Muslim
Indonesia untuk kedamaian dunia. Dan serta merta menghindarkan diri kita dari
terjebak pada rutinitas yang tidak support pada pembentukan budaya berbahasa,
supaya terhidar dari Gold in dan gerbage out.
Step pertama dan utama, perkuat pondasi budaya L1 nya, semua
pengistilahan dan pola komunikasi kedua belah pihak dengan bahasa yang baik dan
benar, bukan bahasa Slank, bahasa ibu yang santun, terbuka dan jujur,
untuk membangun koneksi yang harmonis dan equal. bahasa ibu yang penuh
dengan nilai luhur, identitas nusantara yang agung, dan menghindarkan diri dan
generasi dari invasi bahasa asing yang mengancam eksistensi bahasa daerah dan
bahasa ibu.
Sambil penanaman kompetensi L2 dan FL mereka, dipupuk dengan engangement mereka dalam penuturannya di keseharian dalam waktu yang disepakati bersama, bahkan bila perlu untuk menjaga kesuburan tumbuh kembangnya ada reward & punishment edukatif dan bermakna, lahjah berbahasa arab – inggris tidak harus British / American, karena negara tetangga pun menggunakan lahjah Singlish (singapore english), tidak menutup kemungkinan di Indonesia pun lahir Donelish (Indoensia english).sdh ada beberapa kajian tentang itu. sehingga tunas bangsa yang well literate bisa tumbuh subur sesuai input dan intake nya. Dan nanti akan kita lihat dan saksikan bersama bagaimana aksi para tunas bangsa yang well literate ini, berkarya dan berdedikasi tinggi untuk bangsa negara dan dunia yang Rahmatan Lil alamin, semoga.